KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puja
dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas ijinNya jugalah maka
makalah ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah
kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, yang membawa
perubahan mendasar pada peradaban di bumi ini sehingga kita menikmat betapa
nikmatnya iman Islam.
Makalah ini dibuat
bukan hanya untuk memenuhi tugas kuliah “Perilaku Organisasi Pendidikan” saja, tetapi diharapkan agar dapat menjadi referensi ilmu untuk
perkembangan wacana dalam memahami asas pendidikan islam itu sendiri serta cara berprilaku organisasi yang baik
yang sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku.
Untuk itu koreksi serta saran sangat diperlukan untuk kemajuan kita bersama.
Terima kasih kepada semua pihak yang mendukung penyelesaian
makalah ini, terutama Bpk. Syadidul Kohar, M.Pd yang telah memberikan
kesempatan untuk menulis makalah ini.
Penyusun
Semua Anggota
Daftar Isi
Kata Pengantar ...... 1
Daftar Isi ...... 2
BAB I
Pendahuluan ...... 3
BAB II
Pembahasan ...... 4
A. Hakekat kekuasaan ...... 4
B. Hakekat politik ...... 6
C. Hubungan kekuasaan dan politik ...... 8
D. Jenis-jenis kegiatan politik dalam organisasi......................................................... 10
E. Etika organisasi ...... 10
BAB III
Penutup ...... 11
Kesimpulan ...... 11
Daftar pustaka ...... 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, kita sering mendengar kata kekuasaan dan politik,
kedua kata ini sering dihubungkan satu sama lain. Namun, untuk memahami tentang
apa itu kekuasaan dan politik, serta apa hubungan di antara keduanya,
memerlukan pembahasan yang luas dan terperinci. Hal ini dilakukan agar tidak
terjadi kesalahan dalam mengartikan dan menggunakannya. Jika kita melakukan
sesuatu tanpa ilmu, kita bisa mencelakakan diri kita sendiri, bahkan orang
lain.
Begitu pula dengan
kekuasaan dan politik, di Indonesia tidak sedikit yang memandang bahwa
kekuasaan dapat diperoleh melalui politik. Atau dengan kata lain, politik
adalah jalan untuk mencapai kekuasaan. Pandangan seperti itulah yang
menyebabkan begitu banyak orang mendalami dunia politik hanya demi mendapatkan
kekuasaan. Banyak orang yang mengejar kekuasaan tanpa memahami apa sesungguhnya
dan bagaimana cara menggunakan kekuasaan yang dimilikinya. Banyak orang pula
yang akhirnya menganggap bahwa politik itu sesuatu yang tidak baik. Untuk itu,
pemahaman yang benar mengenai kekuasaan dan politik sangatlah penting.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, timbul permasalah-permasalah yang
dirumuskan dalam makalah ini, di antaranya sebagai berikut:
1.
Apa hakekat dari kekuasaan?
2.
Apa saja model-model kekuasaan dan organisasi?
3.
Apa saja sumber kekasaan organisasi?
4. Jenis-jenis kegiatan politik dalam
organisasi
5. Etika dalam politik keorganisasian
C.
Tujuan
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.
Mengetahui hakekat dari kekuasaan.
2.
Mengetahui model-model kekuasaan dan organisasi.
3.
Mengetahui sumber kekasaan organisasi.
4. Mengetahui Jenis-jenis kegiatan politik
dalam organisasi.
5. Mengetahui Etika dalam politik
keorganisasian.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakekat Kekuasaan
11. Pengertian Kekuasaan
Ada beberapa pandangan mengenai arti kekuasaan, di
antaranya:
a. Menurut Miriam Budiardjo,
kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk
mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan
dari pelaku.
b. Menurut Ramlan
Surbakti, kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang
mempengaruhi.
. c. Menurut Gibson, kekuasaan adalah kemampuan
seseorang untuk memperoleh sesuatu sesuai dengan cara yang
dikehendaki.
d. Menurut
Russel, kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh, sedangkan alasan adalah penggunaan pengaruh yang sebenarnya.
Pada intinya, kekuasaan
diartikan sebagai kapasitas yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi cara
berpikir dan berperilaku orang lain sesuai dengan yang diinginkannya
1. Sumber Kekuasaan
Robbins membagi sumber
kekuasaan menjadi dua, yaitu kekuasaan formal dan kekuasaan personal. Kekuasaan
formal didasarkan pada posisi individu dalam organisasi, meliputi:
a. Kekuasaan paksaan (coercive power),
didasarkan pada rasa takut.
b. Kekuasaan imbalan (reward power), adanya
pemberian imbalan yang bermanfaat.
c. Kekuasaan hukum (legitimate power), lebih luas daripada
kekuasaan paksaan dan imbalan karena dapat mengendalikan sumber daya
organisasi.
d. Kekuasaan informasi (information power),
berasal dari akses dan pengendalian atas informasi.
Berbeda dengan
kekuasaan formal, kekuasaan personal tidak didasarkan pada posisi formal
individu dalam organisasi. Ada tiga dasar atau sumber dari kekuasaan personal,
yaitu:
a. Kekuasaan pakar (expert power),
didasarkan pada keahlian atau keterampilan istimewa, dan pengetahuan.
b. Kekuasaan rujukan (referent power),
didasarkan pada identifikasi orang yang mempunyai sumber daya atau ciri pribadi
yang diinginkan orang lain.
c. Kekuasaan kharismatik (charismatic
power), merupakan perluasan dari kekuasaan rujukan yang berasal dari
kepribadian dan gaya interpersonal.
2. Unsur Kekuasaan
Kekuasaan terdiri dari
tiga unsur, yaitu tujuan, cara, dan hasil. Kekuasaan dapat digunakan untuk
tujuan yang baik dan yang tidak baik. Tujuan dari penggunaan kekuasaan biasanya
akan mempengaruhi cara yang dipilih oleh individu atau kelompok yang memiliki
kekuasaan. Jika pemegang kekuasaan memiliki tujuan yang baik, maka cara yang
dipilih juga akan baik. Dan sebaliknya, jika pemegang kekuasaan menghendaki
tujuan yang tidak baik, maka cara yang digunakan juga tidak baik, misalnya
dengan mengancam. Kemudian, unsur yang terakhir atau hasil dari kekuasaan dapat
dilihat dari jumlah individu yang dapat dikendalikan atau dipengaruhi, dan
seberapa besar pengaruh kekuasaan tersebut. Sikap pihak yang dikuasai, turut
menentukan kualitas kekuasan yang berlaku atas dirinya. Jika diterima dan
didukung, maka kekuasaan itu merupakan wibawa. Kekuasaan yang demikian tidak
banyak memerlukan paksaan (kekuatan) dalam penggunannya.
3. Perbedaan Kekuasaan dan Kepemimpinan
Keberhasilan seorang
pemimpin banyak ditentukan oleh kemampuannya dalam memahami situasi serta
ketrampilan dalam menentukan macam kekuasaan yang tepat untuk merespon tuntutan
situasi. Karena itu, kekuasaan sering dianggap sebagai persamaan dari
kepemimpinan. Padahal kekuasaan tidak bisa disamakan dengan kepemimpinan.
Beberapa perbedaan di antara keduanya, ialah:
a. Kekuasaan tidak menuntut
kompatibilitas sasaran, melainkan sekedar menuntut ketergantungan. Sedangkan
kepemimpinan menuntut kompatibilitas antara sasaran pemimpinnya dengan para
pengikutnya.
b. Kekuasaan dapat digunakan oleh individu
atau kelompok untuk mengendalikan individu atau kelompok lain. Sedangkan
kepemimpinan hanya berfokus pada pengaruh ke bawah (bawahan), dan meminimalkan
pola pengaruh ke samping atau sejajar dan ke atas.
c. Untuk memperoleh kepatuhan, kekuasaan menekankan pada taktik yang
digunakan. Sedangkan kepemimpinan lebih menekankan pada gaya interpersonal.
4. Taktik Kekuasaan
Taktik atau strategi
diperlukan dalam melakukan sesuatu atau mencapai tujuan tertentu. Dengan
strategi yang tepat, tujuan pun akan tercapai. Berkaitan dengan kekuasaan,
Stephen P. Robbins mengidentifikasi tujuh dimensi atau strategi dalam
menggunakan kekuasaan, antara lain:
a. Nalar, yaitu dengan menggunakan fakta dan
data untuk membuat penyajian gagasan yang logis dan rasional.
b. Keramahan, dengan menggunakan sanjungan, penciptaan
goodwill, bersikap rendah hati, dan bersahabat sebelum mengemukakan suatu
permintaan.
c. Koalisi, melalui mencari dukungan
orang lain dalam organisasi untuk mendukung keinginananya.
d. Tawar-menawar, yaitu menggunakan
perundingan melalui pertukaran manfaat atau keuntungan.
e. Ketegasan, dapat menggunakan pendekatan yang langsung dan
kuat seperti menuntut permintaan, mengulangi peringatan, memerintahkan individu
melakukan apa yang dimintaannya, dan menunjukkan bahwa aturan menuntut
pematuhan.
f. Otoritas lebih tinggi, yaitu mencari dukungan dari
tingkat lebih tinggi dalam organisasi untuk mendukung permintaan.
g. Sanksi, berupa penggunaan imbalan dan hukuman yang ditentukan
oleh organisasi seperti mencegah atau menjanjikan kenaikan gaji, mengancam
memberikan penilaian kerja yang tidak memuaskan atau menahan promosi.
B.
Hakekat Politik
1. Pengertian Politik
Politik berasal dari
Bahasa Yunani “politeia” yang berarti kiat memimpin kota (polis). Secara
prinsip, politik merupakan upaya untuk ikut berperan serta dalam mengurus dan
mengendalikan urusan masyarakat. Menurut Arsitoteles, politik adalah usaha
warga negara dalam mencapai kebaikan bersama atau kepentingan umum. Politik juga
dapat diartikan sebagai proses pembentukan kekuasaan dalam masyarakat yang
antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Dari
definisi yang bermacam-macam tersebut, konsep politik dapat dibatasi menjadi:
a. Politik sebagai kepentingan umum
Politik merupakan suatu
rangkaian asas (prinsip), keadaan dan jalan, cara, serta alat yang akan
digunakan untuk mencapai tujuan tertentu, atau suatu keadaan yang kita
kehendaki disertai dengan jalan, cara, dan alat yang akan kita gunakan untuk
mencapai keadaan yang kita inginkan itu. Politik dalam pengertian ini adalah
tempat keseluruhan individu atau kelompok bergerak dan masing-masing mempunyai
kepentingan atau idenya sendiri.
b. Politik dalam arti kebijaksanaan
Politik dalam arti
kebijaksanaan (policy) adalah penggunaan pertimbangan-pertimbangan tertentu
yang dianggap lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita, keinginan
atau keadaan yang kita kehendaki. Kebijaksanaan adalah suatu kumpulan keputusan
yang diambiloleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih
tujuan- tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan itu.
2. Politik Nasional
Untuk mencapai
kehidupan nasional yang diinginkan, maka politik nasional merupakan jalan dan
cara serta alat yang dipergunakan dalam pencapaiannya. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa politik nasional adalah asas, haluan, kebijaksanaan, dan usaha
negara tentang pembinaan (perencanaan, pengembangan, pemeliharaan, dan
pengendalian), serta penggunaan secara totalitas dari potensi nasional untuk
mencapai tujuan nasional melalui pembangunan nasional. Politik nasional ini
meliputi antara lain:
a. Politik dalam negeri
yang diarahkan kepada mengangkat, meninggikan dan memelihara harkat, derajat
dan potensi rakyat Indonesia yang pernah mengalami kehinaan dan kemelaratan
akibat penjajahan, menuju sifat-sifat bangsa yang terhormat dan dapat
dibanggakan.
b. Politik luar negeri
yang bersifat bebas aktif, anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala
bentuk dan manifestasinya, mengabdi kepada kepentingan nasional dan amanat
penderitaan rakyat serta diarahkan kepada pembentukan solidaritas antarbangsa.
c. Politik ekonomi yang
bersifat swasembada dan swadaya tanpa mengisolasi diri, tetapi diarahkan kepada
peningkatan taraf hidup dan daya kreasi rakyat Indonesia.
d. Politik pertahanan
dan keamanan yang ke luar bersifat defensif aktif dan diarahkan kepada
pengamanan dan perlindungan bangsa dan negara serta usaha-usaha nasional. Dan
ke dalam bersifat perventif aktif untuk menanggulangi segala macam tantangan,
ancaman, dan hambatan serta gangguan yang timbul.
Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi politik nasional, yaitu:
a. Ideologi dan Politik
Potensi ideologi dan
politik dihimpun dalam pengertian kesatuan dan persatuan nasional yang
menggambarkan kepribadian bangsa, keyakinan atas kemampuan sendiri dan yang
berdaulat serta berkesanggupan untuk menolong bangsa-bangsa yang masih dijajah
guna mencapai kemerdekaannya.
b. Ekonomi
Kesuburan, kekayaan
alam, maupun tenaga kerja yang terdapat di Indonesia merupakan potensi ekonomi
yang sangat besar, bukan saja untuk mencukupi keperluan sendiri, tetapi juga
negara lain. Secara fisik Indonesia juga menduduki posisi silang antara
Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik serta Benua Asia dan Benua Australia
yang merupakan titik temu dari berbagai bentuk interaksi kehidupan sosial
internasional.
c. Sosial Budaya
Keberagaman dalam
berbagai segi kehidupan bangsa merupakan sesuatu yang harus dipersatukan agar
menjadi kekuataan. Segala daya dan dana harus dikerahkan dan dimanfaatkan untuk
mewujudkan dan memelihara kebhinekatunggalikaan bangsa Indonesia untuk
ditransformasikan.
d. Pertahanan Keamanan
Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia yang lahir dalam kancah revolusi fisik Indonesia, tumbuh
menjadi kekuatan militer modern dan merupakan inti sistem Pertahanan Keamanan
Rakyat Semesta. Manunggalnya ABRI- Rakyat adalah syarat mutlak dalam
pembangunan nasional, bukan hanya karena alasan historis, tetapi juga sebagai
kekuatan bangsa yang tak terpisahkan.
3. Perilaku Politik
Perilaku politik
(politic behaviour) adalah perilaku yang dilakukan oleh individu atau kelompok
guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik. Individu atau
kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya dalam
perilaku politik, contohnya :
a. Memilih wakil rakyat atau pemimpin
b. Mengikuti suatu partai politik dan lembaga
atau organisasi masyarakat
c. Ikut serta dalam pesta politik
d. Memberikan kritik atau saran kepada pelaku
politik
e. Berhak untuk menjadi pemimpin politik
f. Berperilaku politik sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku
Perilaku politik dapat
dibedakan menjadi beberapa macam. Robbins membedakan perilaku politik menjadi
dua:
a. Perilaku politik sah, mengacu pada politik sehari-hari yang
normal sesuai dengan peraturan, seperti membentuk koalisi.
b. Perilaku politik tidak sah, merupakan perilaku politik
ekstrim yang melanggar peraturan yang berlaku, misalnya melakukan sabotase.
Selain perilaku politik
menurut Robbins di atas, secara umum perilaku politik masyarakat juga dapat
dibedakan menjadi sebagai berikut:
a. Radikal
Perilaku politik
radikal, yaitu sikap perilaku warga negara yang tidak puas terhadap keadaan
yang ada serta menginginkan perubahan yang cepat dan mendasar. Orang yang
bersifat radikal biasanya tidak mengenal kompromi dan tidak mengindahkan orang
lain serta cenderung ingin menang sendiri.
b. Moderat
Perilaku moderat adalah
perilaku politik masyarakat yang telah cukup puas dengan keadaan yang ada dan
bersedia maju, tetapi tidak menerima sepenuhnya perubahan, apalagi perubahan
yang cepat seperti kelompok radikal.
c. Status quo
Perilaku status quo
adalah sikap politik dari warga negara yang sudah puas dengan keadaan yang ada
dan berlaku, serta berusaha mempertahankannya.
d. Konservatif
Perilaku konservatif
adalah perilaku politik masyarakat yang sudah puas dengan keadaan yang sudah
ada dan cenderung menolak atau menutup diri dari perubahan.
e. Liberal
Perilaku politik
liberal, yaitu sikap perilaku politik masyarakat yang berpikir bebas dan ingin
terus maju. Kaum liberal menginginkan perubahan progresif secara cepat.
Perubahan yang diinginkan berdasarkan hukum atau kekuatan legal untuk mencapai
tujuan. Perilaku politik individu atau kelompok dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, di antaranya: minat terhadap politik, kepekaan sosial, kemampuan
berorganisasi, kondisi perekonomian dan lingkungan sosial.
C.
Hubungan Kekuasaan dan Politik
Ramlan Surbakti dalam
bukunya yang berjudul Memahami Ilmu Politik, menyebutkan bahwa kekuasaan
merupakan konsep yang berkaitan dengan perilaku. Kekuasaan dipandang sebagai
gejala yang selalu terdapat dalam proses politik. Dalam kamus ilmu politik
terdapat beberapa konsep yang berkaitan dengan kekuasaan (power), seperti
influence (pengaruh), persuasion (persuasi), force (kekuatan), coercion
(kekerasan) dan lain sebagainya.
Influence adalah
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar mengubah sikap dan perilakunya
secara sukarela. Persuasion adalah kemampuan meyakinkan orang lain dengan
argumentasi untuk melakukan sesuatu. Force adalah penggunaan tekanan fisik,
seperti membatasi kebebasan, menimbulkan rasa sakit ataupun membatasi pemenuhan
kebutuhan biologis pihak lain agar melakukan sesuatu. Pengertian coercion
adalah peragaan kekuasaan atau ancaman dan paksaan yang dilakukan oleh
seseorang atau kelompok terhadap pihak lain agar bersikap dan berperilaku
sesuai dengan kehendak pihak pemilik kekuasaan.
Dari konsep di atas,
kekuasaan politik dapat dirumuskan sebagai kemampuan menggunakan sumber-sumber
pengaruh untuk mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik
sehingga keputusan itu menguntungkandirinya, kelompoknya ataupun masyarakat
pada umumnya. Bila seseorang, suatu organisasi, atau suatu partai politik bisa
mengorganisasi sehingga berbagai badan negara yang relevan misalnya membuat
aturan yang melarang atau mewajibkan suatu hal atau perkara, maka mereka
mempunyai kekuasaan politik.
Variasi yang dekat dari
kekuasaan politik adalah kewenangan (authority), kemampuan untuk membuat orang
lain melakukan suatu hal dengan dasar hukum atau mandat yang diperoleh dari
suatu kuasa. Seorang polisi yang bisa menghentikan mobil di jalan, tidak
berarti dia memiliki kekuasaan, tetapi dia memiliki kewenangan yang
diperolehnya dari UU Lalu Lintas. Sehingga, bila seorang pemegang kewenangan
melaksankan kewenangannya tidak sesuai dengan mandat peraturan yang ia
jalankan, maka dia telah menyalahgunakan wewenangnya, dan untuk itu dia bisa
dituntut dan dikenakan sanksi.
Hasrat untuk memiliki
kekuasaan merupakan keadaan alamiah manusia, persis seperti yang dimaksudkan
oleh Sartre dan Nietsche. Bagi Sartre, kebutuhan dasar manusia adalah dianggap
penting dan dihargai. Sementara bagi Nietsche, manusia pada dasarnya selalu
didorong oleh hasrat untuk menjadi manusia super, manusia yang berkuasa. Dalam
konteks kedudukan politik, boleh jadi hasrat manusia alamiah inilah yang
mendorong seseorang mengejar kekuasaan politik. Menurut Lord Acton, kekuasaan
cenderung korup dan kekuasaan absolut pasti korup. Hal itu sudah diketahui
banyak orang, khususnya yang memperhatikan praktik kekuasaan atau politik, baik
di pemerintahan, korporasi, maupun organisasi kemasyarakatan.
Di sisi lain, karena
politik berusaha mengurus dan mengendalikan urusan masyarakat, politik juga
dapat dijadikan sarana untuk menyampaikan kebaikan dan kebenaran kepada
masyarakat luas. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Orang-orang yang
melalui proses politik sekaligus diberi amanah untuk bekerja untuk rakyat malah
menjadi orang pertama yang mengkhianati amanah itu, dengan mengedepankan
kepentingan pribadi dan golongannya sendiri di atas kepentingan rakyat. Jadi,
sebenarnya orang-orang yang bekerja dalam orbit politiklah, dan bukan politik
itu sendiri, yang telah membuat stigma dan label bahwa politik selalu
berorientasi pada kekuasaan.
D. Jenis-jenis kegiatan Politik dalam Organisasi
1.
Menyerang atau menutup mata terhadap pihak lain
Kemungkinan beentuk yang paling langsung dan
paling buruk dari kegiatan politik dari organisasi adalah menyerang dan menutup
mata terhadap pihak lain.
2.
Selektif dalam mendistribusikan informasi
Informasi merupakan sebuah alat politik dan
juga sumber kekuasaan. Individu atau kelompok dalam organisasi yang memiliki
posisi strategis dapat mengatur distribusin informasi untuk membentuk berbagai
persepsi, membatasi potensi prestasi kerja pihak lain dan untuk meningkatkan
kekuasaannya.
3.
Mengendalikan saluran informasi.
Lewat kekuasaan legitimasi individu atau
kelompok dapat mengontrol interaksi diantara para karyawan. Seseorang karyawan
boleh jadi mengecilkan karyawan yang berbeda pada unit kerja lain melalui
pembicaraan langsung satu sama lain, sebab karyawan itu mungkin akan membahayakan
kekuasaan dan status dalam pekerjaannya.
4.
Membentuk koalisi
Koalisi merupakan sebuah kelompok informal
yang dibentuk guna mempengaruhi orang-orang yang ada diluar kelompok dengan
kekuatan para anggotanya. Hal ini terbentuk ketika dua hal atau lebih anggota
organisasi sepakat atas suatu tujuan tertentu yang bilamana sendiri, ia kurang
mampu mewujudkannya seperti mendapatkan dukungan system jaringan yang baru ini
sebuah taktik politik karena merupakan pengumpulan kekuasaan dari beberapa
individu atau kelompok dalam organisasi untuk mencapai tujuan tertentu.
5.
Managing impressions
Setiap individu atau kelompok dalam organisasi
dapat menunjukan siapa dia sesungguhnya atau image seperti apa yang ingin dia
dapatkan dari lingkungannya, dengan mengungkapkannya lewat cara berbicara,
bersikap dan bertindak.
Contohnya ; A yang memakai jas akan mendapat
image yang berbeda dengan seseorang yang memakai kaos. Begitu juga dengan cara
bertutur kata. Orang yang tutur katanya kasar dan keras akan dipersepsi lain
dengan orang yang tutur katanya lembut dan halus.
E.
Etika Organisasi
Pada pengertian yang paling dasar, etika adalah sistem nilai pribadi yang
digunakan memutuskan apa yang benar, atau apa yang paling tepat, dalam suatu
situasi tertentu; memutuskan apa yang konsisten dengan sistem nilai yang ada
dalam organisasi dan diri pribadi. Dalam membahas etika dalam organisasi,
sejumlah pakar membedakan antara etika perorangan (personal ethics) dan etika
organisasi (organizational ethics).
? Etika perorangan menentukan baik atau buruk perilaku individual seseorang
dalam hubungannya dengan orang lain dalam organisasi.
? Etika organisasi menetapkan parameter dan merinci kewajiban – kewajiban (obligations) organisasi, serta menggariskan konteks tempat keputusan – keputusan etika perorangan itu dibentuk (Vasu, Stewart dan Garson, 1990).
? Etika organisasi menetapkan parameter dan merinci kewajiban – kewajiban (obligations) organisasi, serta menggariskan konteks tempat keputusan – keputusan etika perorangan itu dibentuk (Vasu, Stewart dan Garson, 1990).
Etika komunikasi dalam organisasi yang di kemukakan oleh para peneliti dan
konsultan organisasi menganalogikan bahwa organisasi adalah bagian dari sebuah
budaya yang memiliki komponen-komponen berupa nilai dasar organisasi, asumsi
yang diterima, kaidah pengambilan keputusan, gaya manajerial, cerita kesuksesan
dan keberhasilan, makna tradisi dan loyalitas, serta topik dan metode
komunikasi yang diterima. Dalam berkomunikasi harus mempertimbangkan pendekatan
positif tentang moral dan etika penyampaian informasi oleh individu maupun oleh
organisasi itu sendiri dalam hubungannya dengan individu lain maupun dengan
organisasi lain.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada hakekatnya, kekuasaan merupakan kapasitas yang
dimiliki seseorang untuk mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku orang lain
sesuai dengan yang diinginkannya. Kekuasaan tersebut dapat diperoleh dari
berbagai sumber yang dibedakan menjadi kekuasaan formal dan kekuasaan personal.
Kekuasaan biasanya identik dengan politik. Politik sendiri diartikan sebagai
upaya untuk ikut berperan serta dalam mengurus dan mengendalikan urusan
masyarakat. Penyalahgunaan kekuasaan pada dunia politik yang kerap dilakukan
oleh pelaku politik menimbulkan pandangan bahwa tujuan utama berpartisipasi
politik hanyalah untuk mendapatkan kekuasaan. Padahal, pada hakekatnya
penggunaan kekuasaan dalam politik bertujuan untuk mengatur kepentingan
masyarakat seluruhnya, bukan untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok. Untuk
itu, adanya pembatasan kekuasaan sangat diperlukan agar tumbuh kepercayaan
masyarakat terhadap pemegang kekuasaan dan terciptanya keadilan serta
kenyamanan dalam kehidupan.
B.
Saran
Hakekatnya penggunaan
kekuasaan dalam politik bertujuan untuk mengatur kepentingan masyarakat umum,
bukan untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok. Untuk itu, diperlukan
pembatasan kekuasaan sangat diperlukan agar tumbuh kepercayaan masyarakat
terhadap pemegang kekuasaan dan terciptanya keadilan serta kenyamanan dalam
kehidupan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Tersedia: http://yodiadhari.ngeblogs.com/2009/11/25/perilaku-politik-sesuai-aturan.
Tersedia: http://
www.ahmadheryawan.com/kolom/3840-kekuasaan-politik.html.
Nugroho, Rino. 2009.
Kekuasaan dan Politik Dalam Perilaku Organisasi. Online.
Tersedia:
http://rinoan.staff.uns.ac.id/files/2009/06/kekuasaan-politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar